Menyayangi Peran Kita sebagai Orangtua

on Senin, 09 Maret 2009

Sebagai orang dewasa, kita dapat mengamati karakteristik dan tindakan kita sendiri, melihat bagaimana dua hal tersebut memengaruhi hubungan kita dan kemudian melakukan perubahan. Anak-anak, khususnya yang masih kecil, tidak memiliki kemampuan untuk mengevaluasi diri, kemampuan yang berkembang secara bertahap sedari kecil hingga dewasa. Jadi, setiap kali ada masalah antara orang dewasa dan anak, menjadi tanggung jawab orang dewasalah untuk mengenali masalah yang timbul dan memulai proses perubahan. Namun, sebelum dapat membantu orang lain melakukan perubahan, kita perlu mengamati hidup kita sendiri untuk melihat apakah kita perlu memperbaiki sikap-sikap dan tindakan kite. Seba-gaimana dikatakan pepatah Vunani kuno, "Kenalilah dirimu sendiri."
Sang psikolog besar, Carl Jung, menunjukkan bagian-bagian penting dalam pemahaman tentang diri kita sendiri yang dapat memengaruhi cara kita mengasuh anak. Jung mengatakan bahwa salah satu langkah awal menuju pemahaman tentang diri sendiri adalah mengembangkan pemahaman dan kesadaran terhadap sikap-sikap pada diri kita yang sulit dikendalikan. Meskipun mungkin sulit mengakui, kita semua memiliki karakter positif dan negatif. Karakter-karakter tersebut bisa sangat berbeda, sangat berlawanan, seolah-olah kita terdiri dari beberapa orang yang berbeda. Kita mungkin mencoba menyembunyikan "sepupu kita yang lucu" dan "pencuri kuda" dari pandangan publik, tetapi kadang hal tersebut muncul secara tiba-tiba dalam sikap kita, sering kali tidak diduga.
Sikap negatif kita kadang muncul dengan sendirinya saat kita menanggapi secara berlebihan terhadap sesuatu yang telah dilakukan anak kita. Ketika Gloria meminta anaknya, Sara, untuk membereskan tempat tidurnya, Sara dengan jujur menjawab, "Aku lagi sibuk, Bu. Nanti aja, den." Gloria langsung meledak atas sikap melawan Sara dan Gloria menghukum Sara selama 3 hah. Ketika Gloria sudah menjadi tenang, dia mulai berpikir mengenai reaksinya, heran atas keras-nya reaksi yang dia perlihatkan. Gloria meminta maaf, dan berkata kepada Sara, "Ibu tidak sadar telah melakukan hal itu." Bagaimanapun, Gloria adalah dirinya sendiri ketika dia meledak pada anaknya seperti itu. Kita semua memiliki sikap marah, sisi yang tidak masuk akal. Hal tersebut merupakan bagian dari kita yang mungkin tidak kita sukai dan bisa jadi kita sulit menerimanya.
Bagian dari diri kita yang tidak mau kita terima menuntut untuk dikenali sama seperti bagian yang kita sukai. Ketika kita gagal mengenalinya, ada dua hal yang akan terjadi. Pertama, kita mendorongnya jauh ke tempat terdalam dari emosi kita hingga kemarahan tersebut bertumpuk dan membusuk seperti sampah. Kadang-kadang, penumpukan tersebut akan mendorong pintu ruang penyimpanan emosi kita hingga terbuka sebentar dan kita meledak hanya karena suatu yang sepele. Di lain waktu, sampah tersebut menggunung dan menyeret kita menuju depresi, kegelisahan, atau gejala-gejala gangguan fisik yang tidak kita mengerti. Hal lain bisa muncul ketika kita gagal mengenali dan mengatasi sisi negatif yang kita miliki: Kita mungkin akan menumpahkan sisi negatif kita kepada orang lain. Dengan kata lain, kita melihat sisi negatif orang lain karena kita tidak mau menyadari bahwa kita juga me-miliki hal yang sama. Ketika sadar telah bereaksi secara tidak tepat terhadap sikap anak kita, kita mungkin harus memerhatikan sikap-sikap yang sama dalam diri kita sikap-sikap yang kita tidak senang mengakui ada dalam diri kita.
Di samping memahami diri kita secara lebih baik, kita juga dapat mencoba strategi lain yang dapat mempersiapkan kita menghadapi anak-anak dengan sikap yang sulit dikendalikan. Semakin kita dapat memadukan strategi-strategi ini ke dalam cara mengasuh kita, semakin efektif usaha kita jadinya.

Pelajari Perkembangan Anak
Banyak masalah antara orangtua dan anak-anak mulai berkurang saat orangtua belajar lebih banyak tentang perkembangan anak. Sebagian sikap-sikap anak yang membingungkan kita ternyata hanya muncul pada usia tertentu. Hal tersebut sebenarnya normal. Contohnya, tabiat suka marah adalah biasa bagi anak-anak usia 2 hingga 4 tahun. Ini adalah sikap sulit dikendalikan yang harus kita atasi, tetapi sikap ini tidak seharusnya membuat kita terlalu kalang kabut atau bereaksi berlebihan.
Memahami perkembangan anak tidak hanya membuat kita tahu apa yang akan terjadi dalam tahap tertentu kehidupan anak kita, tetapi juga membantu kita memahami bagaimana anak-anak berpikir dan pemahaman mereka terhadap diri sendiri. Contohnya, anak-anak prasekolah tidak melihat dunia seperti anak-anak yang lebih besar atau orang dewasa melihatnya. Mereka melihat situasi dari sudut pandang mereka sendiri dan masih sulit memahami bagaimana perasaan orang lain. Anak-anak kecil tidak terampil menganalisis sikap mereka sendiri dan memahami alasan-alasan mereka bersikap seperti itu. Jika Anda bertanya kepada anak umur 4 tahun, "Kamu kok gitu?" jawaban yang paling jujur yang dapat dikatakan anak tersebut adalah, "Saat itu sepertinya itu adalah tindakan terbaik." Dan itu benar. Dari sudut pandang anak prasekolah, itu memang benar.
Anak-anak kecil sering kali terpengaruh dengan apa yang sedang terjadi pada saat itu ketimbang aturan atau nilai-nilai yang mereka dapat dari lingkungan mereka. Mereka melakukan tindakan dan gagal menentukan apakah mereka seharusnya melakukan hal itu atau tidak. Sejalan dengan pertumbuhan anak, mereka belajar untuk menerapkan peraturan yang ditetapkan orangtua secara tepat juga norma-norma sosial yang berlaku.

0 komentar: